- Published on
Review Matdas 1 - Matematika Dasar
- Authors
- Name
- Asfiolitha Wilmarani
- Trakteer
Somebody was actually waiting for review Matdas :D I'm glad these reviews have been helpful and entertaining to some people. Jadi kesempatan kali ini, gue akan mengilas balik tentang the terror of Matematika Dasar 1. Let's begin.
Oke, first off. Gue termasuk salah satu anak yang diberkahi dengan kemudahan dalam mengerjakan soal matematika. Sejak kecil gue diyakinkan bahwa gue ngga payah dalam pelajaran ini. Namun, setelah ketemu dengan Matdas 1, gue terpaksa harus mempertanyakan apakah semua yang gue percayai selama ini sebenarnya salah.
Belajar Apa
Singkatnya, di Matdas, gue belajar matematika. Mengulang kembali pelajaran matematika SMA, but on mega hard mode.
Di awal-awal, ada bab 0 dengan judul Preliminaries. Di bab ini, setumpuk materi sangat amat dasar digabungin jadi satu dan mahasiswa dianggap sudah mengingat ini di luar kepala sebelum benar-benar lanjut ke bab 1. Isinya seputar bilangan-bilangan bulat, cacah, asli, prima, genap, ganjil, dan lain-lain. Ada juga nilai mutlak (the bane of my existence), pertidaksamaan, sistem koordinat, fungsi, operasi fungsi, dan fungsi trigonometri. Apa ngga mabok belajar itu semua dalam satu bab? Dari sini aja, foreshadowing tentang mental breadtalk sudah mulai terlihat.
Bab selanjutnya adalah tentang limits on steroid. Dengan kata lain, bukannya hanya mencari nilai limit sebuah fungsi, lo juga akan disuruh membuktikan kenapa nilai limitnya segitu, dan bagaimana prosesnya lo bisa mencapai kesimpulan itu. Setelah diperkenalkan dengan bab ini, lo akan familiar dengan definisi limit sampe hafal di luar kepala.
Keluar dari limit, masuk ke derivative. Iya, derivative yang itu. Gue ngga pernah punya masalah besar dengan materi ini sih selama SMA, jadi bagian ini lancar-lancar aja. Hanya saja, beware of soal ajaib. Meski materinya masih keitung simpel, kalo lo ngga bersiap-siap menghadapi soal ajaib yang melibatkan lo harus ngebacot tentang dari mana lo mengetahui ini dan itu (jangan lupa nulis teori atau aturan yang lo pake), bisa-bisa nilai kuis lo anjlok meski paham materinya (kayak gue). (that darned nilai mutlak =^=)
Setelahnya, kalau lo pikir lo sudah selesai berurusan dengan turunan, lo salah. Masih ada aplikasi turunan dan kemungkinan bagian ini agak lebih ribet. Bare with it.
Setelah UTS, integral sudah menanti. Now don't be alarmed, integral ini hanya satu materi besar yang akan lo pelajari for the rest of the friggin semester ;). Materinya dibagi jadi integral tak tentu, teknik pengintegralan, integral tentu, dan aplikasi integral. See, integral semua kan. Pastikan lo ngga eneg selama tiga bulanan ya :) Jangan bosen liat garis lengkung-lengkung tiap hari di layar/buku lo.
Siak War (dosen recommendation)
Waktu itu pilihannya adalah dosen yang pernah ngajar gue sebelumnya, dosen yang ngga gue kenal, dan dosen yang direkomendasiin oleh kating. Gue pilih satu-satunya kelas yang dosennya co-op, yaitu dua dosen di atas kecuali yang ngga gue kenal.
Jadi karena ibu dosen yang pernah ngajar gue ini ngajarnya enak banget di semester lalu (beliau yang ngajar gue di matkul fisdas waktu semester satu), gue pikir gue berada di tangan yang baik dong. Terutama karena beliau co-op dengan pak profesor yang sering banget direkomendasikan oleh kating.
Well, um, for this, gue ngga bener-bener punya dosen recommendation sih. Karena rupanya, gue jadi korban rezim :)) Singkat cerita, ibu dosen dan pak profesor ini ternyata adalah kombinasi yang mematikan.
Tatap Muka
Pengaturan co-op nya waktu itu adalah, pak profesor ngajar 2 SKS di hari Senin, dan ibu dosen di hari Rabu. Karena jadwal ibu dosen hanya 1 SKS, hari Rabu itu dialokasikan sebagai jadwal latihan soal. Yang jadi masalah di sini adalah, pak profesor yang luar biasa cerdas (no kidding, this is not a sarcasm, he is VERY intelligent) menjelaskan dengan kecepatan yang hampir ngga bisa diikuti oleh mahasiswa normal.
Kasusnya mungkin ngga bisa gue samakan dengan kasus PSD sebelumnya, tapi mirip-mirip. Beliau sebenarnya ngasih jeda di sela-sela penjelasan untuk memastikan mahasiswanya masih mengikuti, tapi seringnya disambut dengan mengheningkan cipta. Gue sebenarnya ngga akan segan-segan untuk nanya kalo gue memang ngga paham dan tau apa yang ingin gue tanyakan. Hanya saja, dalam kasus ini, gue bahkan ngga tau bagian mana yang ngga gue mengerti. Penjelasan si pak profesor ini seolah lewat begitu aja di kepala, ngga ada yang nyangkut.
Karena masalah ini, di hari Rabu biasanya ibu dosen jadi harus mengulang sedikit materi yang sebenarnya udah dijelaskan oleh pak profesor di hari Senin. I don't mind it at all. Penjelasan ibu dosen jauh lebih mudah dimengerti, dan seperti yang sudah gue saksikan sendiri di semester sebelumnya, cara mengajarnya cocok sama gue.
Tapi, tentu saja, masalahnya tidak berhenti di situ, sodara-sodara. Oh no.
Quiz
The bane. Of my. Damn. Existence. :)
Quiz ini diadakan empat kali, dua sebelum UTS dan dua setelahnya. Quiz pertama tentang limit, kedua turunan, ketiga integral tak tentu, terakhir integral tentu. Bagaimana gue bisa hafal hal tersebut di luar kepala? Don't ask me.
Soal quiznya ngga pernah lebih dari lima dan most of them bukan soal hitungan. I know, surprise! Matdas, bukan itugan. Wow.
Pertanyaannya sangat mendasar, dan untuk menjawabnya, gue saranin lo pahami betul-betul teori yang diajarin. Kalo paham, well, mungkin everything will be fine. No promises tho. Good luck. :D
PJJ
Setelah PJJ dimulai, pembelajaran matdas semakin menuju ke self-learning. Jadwalnya adalah online session dengan pak profesor di hari Senin, dan latihan soal / diskusi dengan ibu dosen di hari Rabu. Tapi pada praktiknya, latihan soal / diskusi ini hampir ngga pernah dilaksanakan. Well, hanya beberapa mahasiswa yang benar-benar meluangkan waktu dan present dalam sesi-sesi hari Rabu itu. Gue ngga.
Another problem was with my internet connection. Online session bersama pak profesor diadakan sekitaran jam dua siang, di mana biasanya internet gue mulai melambat jam segitu. Alhasil, gue hanya menonton layar google meet yang laggy dan kadang bahkan layarnya terlalu low-quality untuk bisa gue baca tulisannya. Di luar itu, penjelasan pak profesor masih secepat biasanya, jadi kalau gue telat masuk meetingnya sedikit aja, gue ngga akan tau apa yang sedang gue perhatikan karena ngga ngikutin dari awal. It's another case of 'I don't even know what I don't know.'
Jadi setelah beberapa minggu berusaha menghadiri online session pak profesor, tanpa mendapatkan apa-apa setiap selesai sesinya, gue akhirnya menyerah. Gue ngga pernah datang lagi di online session, dan memilih untuk full-on self-learning -- seperti yang dulu gue lakukan saat grinding UTBK.
Gue bahkan ngga hadir untuk asistensi sama asdos, dan hanya hadir di pertemuan terakhir saat asdos gue bilang makasih-makasih untuk perpisahan. Katanya maaf ngga bisa banyak ngebantu selama satu semester ini. I mean, he didn't have to apologize to me, honestly. I didn't even come to half of the scheduled tutorials.
UTS
UTS was a flop. Like, literal garbage.
Sebelum pelaksanaannya udah sempat ada simulasi, tapi gue ngga begitu ingat gimana berlangsungnya. Seingat gue soalnya terlalu susah untuk bisa gue kerjakan semuanya, dan terbukti, saat UTS, gue berhasil mempertanyakan apakah gue sebenarnya pada dasarnya bego.
I even asked those questions. Am I dumb? Am I bad at math?
Waktu itu pelaksaannya satu sesi aja selama dua jam, dan langsung dikasih 8 soal kalo ngga salah. Intinya, kalo pengumpulannya telat, nilainya didiskon 50%.
And you know what? I managed to do just that. :)
Berkat koneksi internet yang sangat bikin darah tinggi, plus laptop purba yang memutuskan untuk mati saat gue lagi mau ngescan jawaban dan proses uploading. Yes. M a t i. Gue harus menghabiskan waktu sekitar 15-20 menit lagi untuk ngatur ulang kabel chargernya (karena harus plugged-in, kalau ngga dia gabisa nyala) (dan saat itu kondisinya sambungan kabel gue lagi bermasalah jadi ngga bisa langsung nyala) dan nunggu sampe laptopnya bisa berfungsi kembali seperti sedia kala. Karena gue ngga sesabar itu, gue akhirnya upload lembar jawaban gue lewat handphone (yang waktu itu syukurnya ngga bermasalah).
But, the damage has been dealt. Gue sudah terlambat. Alhasil, gue saat itu sudah percaya nilai gue akan didiskon. Meski di grup angkatan ada beberapa orang yang juga berkeluh kesah karena telat ngumpulin, gue ngga bisa bersimpati karena udah down duluan. Well, RIP 35%, I said.
Tapi entah bagaimana, saat pengumuman nilai akhir, di luar dugaan gue, nilainya ngga jadi didiskon 50%. Meski tetep ngga bagus-bagus amat, nilai gue masih di atas 50. Ngga paham ada keajaiban apa yang terjadi di balik layar, tapi gue rasa, untuk ini, gue harus bersyukur. Kalau nilai itu beneran didiskon 50% dan apa adanya sesuai dengan yang gue kerjakan hari itu, mungkin nilai akhir gue sudah tidak terselamatkan.
Grinding All Day Errday
Gue baru dapat kesadaran untuk self-learning agak terlambat, sebenarnya. Satu tamparan di muka untuk gue adalah saat nilai quiz 3 keluar. Karena sejauh ini nilai quiz gue ngga ada yang bagus (no kidding, kalo masih sekolah, gue akan menghabiskan waktu untuk remed berkali-kali), gue dapat wake-up slap kalau gue ngga bisa terus begini.
Akhirnya, I started to pick myself up. Gue mulai baca materi dari Purcell dan benar-benar mencatat untuk memahami dan gue ngerjain soal-soalnya. Selain itu, gue juga nonton lecture video dari online session ibu dosen yang ngajar di kelas lain (waktu itu rekamannya di-upload untuk bisa diakses lagi setelah online sessionnya berakhir). Seperti yang sudah gue ketahui, penjelasan ibu dosen lebih mudah diikuti dibanding pak profesor. Untuk membuktikan poin ini, beberapa temen dari kelas gue juga sempet menyusup ke kelas bu dosen yang beliau pegang sendiri (kelas sebelah, yang ngga co-op sama pak profesor).
Grinding tips dari gue bisa lo simak di sini.
PR & Tugas Mandiri
PR dan tugas mandiri ini diberikan setiap dua minggu kalo ngga salah. Dalam satu semester, ada 8 PR. Materi untuk masing-masingnya gue ngga begitu ingat.
Trik terbaik untuk ngerjain PR ini, again, adalah untuk ngerjain dulu sendiri, dan terakhir dicocokkan dengan teman-teman lo. Semakin banyak jawaban akhir yang sama dengan teman lo, semakin besar kemungkinan dapat perfect score. :D
Tapi harus diperhatikan, jangan sampe kalian nulis jalan yang persis sama. Ini nanti bisa menyebabkan indikasi plagiarisme. Itulah alasannya gue selalu ngerjain sendiri dan hanya nyocokkin jawaban akhir aja. Dengan begitu, langkah-langkah gue mencapai jawaban akhir ngga akan sama persis dengan yang lain.
Moar quiz and falling behind
By the end of quiz 3, seperti yang gue bilang tadi, gue sudah menyerah untuk ikut online session pak profesor dan memutuskan untuk belajar sendiri. Tapi berkat ini, gue jadi sangat ketinggalan materi. Ketinggalan terlalu jauh sampe saat itu rasanya, ngga mungkin gue bisa catch up sebelum quiz 4 dilaksanakan.
Terlebih karena pembahasan materi pak profesor yang cepat, gue juga harus memastikan ke temen-temen gue yang masih rajin mejeng di online session, pembahasannya udah sampe mana. Setidaknya selama itu, gue tau seberapa jauh gue ketinggalan di belakang.
Setelah berhari-hari (mungkin berminggu-minggu, gue bahkan udah ngga ingat) grinding, saat itu materinya masih integral tak tentu, akhirnya gue ngerasa udah cukup siap untuk menghadapi quiz 4.
Benar aja, saat ngerjain quiz 4, gue hampir ngga menemukan hambatan apapun. Ada satu soal yang bahkan gue inget pernah gue kerjain sebelumnya (karena soal ini ada di Purcell). Tapi, lo and behold, ternyata nilai akhir gue tetep ngga memuaskan.
Padahal jawaban gue bener semua. :')))
Inilah alasannya, menulis SEMUA, and I mean SEMUA, hal yang menjadi alasan lo memakai metode tertentu untuk memecahkan soal itu sangat penting. Kalau ada yang di-skip, WELL, TOO BAD. NO POINTS FOR YOU, LIL MISS. HAVE A NICE DAY.
Gue ngga dapat skor sama sekali untuk satu soal (yang harusnya bobot poinnya 30 poin) gara-gara ngeskip beberapa baris langkah. Lalu di lembar quiz gue, ditulis dengan warna merah, 'Ini asalnya dari mana?' or something along that line.
My biggest advantage AND my biggest downfall was ngerjain soal Purcell ternyata. :) Tau ngga apa alasan gue ngeskip nulis beberapa langkah tadi?
Karena sebelumnya gue pernah mengerjakan soal yang hanya menanyakan bagian langkah itu. Sementara itu, di quiznya, sepertinya si ibu dosen ini mengekspektasikan dua langkah jawaban. Langkah pertama adalah yang gue skip (yang udah pernah gue kerjakan sebelumnya waktu latihan dari purcell), dan langkah kedua adalah yang beneran gue tulis di lembar jawaban quiz. :) Again, that DARNED NILAI MUTLAK. ASDFGHJKL;
UAS
UAS was slightly better than UTS. Berkat semua grinding ekstra yang gue lakukan seusai mental breadtalk dari quiz 4 subsided, gue masih lumayan lancar ngerjain soalnya. Meski begitu, tetep aja ada beberapa kendala seperti soal yang luar biasa susah, terutama soal aplikasi yang justru gue grind terbanyak dibanding materi lain.
Pengaturan UAS kali ini juga jauh lebih elaborate, terlebih karena sebelumnya udah diadakan simulasi (yang gue ikuti baik baik kali ini, unlike UTS). Gue bahkan menyampaikan feedback lewat ketua kelas gue, yang kemudian diteruskan ke si ibu dosen yang mengatur teknis UAS.
Pada akhirnya pelaksanaan UAS jadi jauh lebih manusiawi, karena kami diberikan break lima menit setiap dua sesi (kali ini sesinya ngga cuma satu). Durasi ujiannya ngga kalah sama UTBK. Three hours of non-stop torture. I was dead by the end of it :) Di luar itu, seperti yang gue bilang, stamina gue sudah jauh lebih berkurang dibandingkan beberapa bulan lalu. So, I was really dead by the end of it. Which resulted in a garbage attempt to UAS PPW di hari berikutnya.
If you were wondering why I put 'no comment' in that section, it's because of this.
Conclusion
All in all, I still don't believe I'm bad at math. I REFUSE to believe so. Gue percaya gue hanya harus lebih banyak bacot di lembar jawaban supaya jawaban gue (yang sebenernya ngga salah-salah amat) dibenerin dan dikasih point.
Selain itu, I hate absolute values. :) You can't change my mind.
Kalau gue ngga jadi korban rezim semester ini, mungkin gue bisa mendapatkan nilai akhir yang lebih tinggi. Di luar PJJ, sebenernya kalo gue ngga menggampangkan matkul ini, apapun bisa terjadi. Hanya saja gue dapet pencerahannya agak terlalu terlambat, jadi agak sulit untuk memperbaiki damage yang sudah gue perbuat di setengah semester pertama. Tapi setelah menumpahkan semuanya, ke journal kesayangan gue dan teman-teman terdekat, pada akhirnya gue bisa menerima.
Gue harap kisah gue ini bisa mengingatkan lo untuk tidak menggampangkan matkul apapun itu, meski lo ngerasa jago semasa sekolah, sekarang tingkat kesulitannya berbeda.
So, you better work your ass off or you'll risk getting left behind.
See you on the next one~